Sabtu, 09 Januari 2010

Ensiklopedi Muhammad

JIKA KITA BENAR UMAT MUHAMMAD, SEJAUH MANA KITA MENGENALNYA ?

Ensiklopedi Muhammad

Ensiklopedi Muhammad

Ensiklopedi Muhammad, adalah Ensiklopedi terlengkap seputar Muhammad Saw.

Disajikan secara kronologis dan tematis

Diperkaya dengan fakta & data aktual, peta, tabel, bagan, timeline, ilustrasi, dll.

Dilengkapi dan diperkaya dengan :

- Ilustrasi visual berupa gambar, bagan, peta, mind map, time line, khat ayat Al-Quran, dan foto-foto yang artistik.

- Catatan pinggir yang berisi informasi tambahan meliputi fakta, data historis, dan info aktual.

- Kutipan-kutipan tafsir yang mencerahkan dari mufasir terkemuka Indonesia dan dunia.

7 Keistimewaan Ensiklopedi Muhammad:

  1. Satu-satunya buku yang mengupas pribadi Nabi Muhammad Saw. dari 10 aspek status dan profesi terpenting manusia dalam hidup: sebagai nabi, pribadi mulia, pedagang, suami & ayah, pendidik, pecinta ilmu, negarawan, pemimpin militer, pejuang kemanusiaan, dan hakim.
  2. Metode penulisan buku merupakan gabungan metode kronologis dan tematis. Metode kronologis adalah metode penulisan buku-buku biografi Nabi pada umumnya: menyampaikan sejarah hidup Nabi secara kronologis dari lahir hingga wafat (dijumpai pada paruh pertama Jilid I). Metode tematis adalah metode yang menyoroti aspek-aspek tertentu dari kehidupan Nabi (dijumpai dalam keseluruhan jilid). Diperkuat dan didukung oleh cuplikan kisah teladan Nabi Muhammad beserta para sahabatnya untuk setiap tema.
  3. Ditulis oleh cendekiawan terkemuka Pakistan, Afzalurrahman. Beliau dikenal sebagai penulis buku Muhammad as A Trader – Muhammad Sebagai Seorang Pedagang dan Qur’anic Sciences – Ensiklopediana Ilmu-ilmu dalam Al Qur’an, yang menjadi buku laris dan diminati pembaca di tanah air.
  4. Merujuk pada kitab-kitab karya ulama klasik: kitab hadis sittah, Sirah Ibn Ishaq, Ibn Hisyam, Ibn Sa’d, Tabari, dan tafsir mu’tabarah (Ibn Katsir, dll.).
  5. Diperkaya dengan kontribusi sekian banyak artikel dan tulisan ulama-ulama terkemuka dunia Islam sejak zaman klasik hingga modern: Al-Ghazali, Ibn al-Qayyim, Syah Waliyullah, Abul A’la al Maududi, Muhammad Qutb, Sayyid Qutb, Maurice Bucaile, Hasan Al-Nadwi, Muhammad Asad, HAMKA, Mustafa Siba’i, Syaikh Abu Zahra, dll.
  6. Disunting dan diperkaya oleh redaksi Pelangi Mizan sehingga menjadi lebih ringkas, padat, informatif, dengan tambahan materi dan ilustrasi visual yang menarik dan artistik. Materi tambahan hasil suntingan redaksi Pelangi Mizan diambil dari berbagai sumber, dalam dan luar negeri.
  7. Rujukan silang ke buku-buku program Life Long Learning lainnya: Atlas Budaya Islam, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, dan Tafsir Muhammad Asad.

Terdiri dari 10 Jilid, Hard Cover @100-150 halaman, Full Color

Jilid 1. Muhammad, Sang Nabi

Muhammad Sebagai Nabi

Muhammad Sebagai Nabi

“…. Aku penutup para nabi. Perumpamaanku dengan para nabi terdahulu seperti seseorang yang membangun istana. Ia telah menyempurnakan pembangunan istana tersebut sebaik mungkin, kecuali adanya celah sebesar satu batubata. Ketika melihat istana tersebut, orang-orang berkata, ‘Alangkah sempurnanya bangunan istana ini jika celah itu terisi!’ “ Ingatlah, akulah batu-bata itu! Ingatlah, akulah batu-bata itu!”
(HR Ahmad)

Kitab Kejadian menyebutkan bahwa Sarah meminta Ibrahim mengusir Hajar dan Isma‘il (pasal 21: 10), kemudian keduanya tinggal di Padang Gurun Paran (pasal 21: 21)—dalam dialek bahasa Arab disebut Pharram, yang berarti “dua orang pelarian”. Yang dimaksud tentunya Hajar dan Isma‘il yang disuruh lari oleh Sarah. Pada zaman Islam, Gunung Pharram dinamakan Jabal Nur (Gunung Cahaya), tempat wahyu pertama turun kepada Nabi Muhammad Saw. Hal tersebut sesuai dengan Nubuat Musa dalam kitab Ulangan 33: 2 (“… Ia tampak bersinar dari Pegunungan Paran ….”).

Jilid 2. Muhammad, Sang Pribadi Mulia

Muhammad Sebagai Pribadi Mulia

Muhammad Sebagai Pribadi Mulia

“Siapa pun yang dilukai bagian tubuhnya, lalu ia memaafkan pelakunya, maka Allah akan menaikkan satu tingkat derajatnya dan mengampuni dosa-dosanya.” (HR Bukhârî).

Orang Badui : Aku ingin menjadi manusia terbaik.
Nabi : Lakukanlah kebaikan terhadap manusia lain, dan engkau akan
menjadi manusia terbaik.
Orang Badui : Aku ingin menjadi orang yang paling mulia.
Nabi : Jika engkau tidak mengeluh terhadap sesama makhluk, engkau
akan menjadi manusia yang paling mulia.
(HR Imam Ahmad)
Jika duduk bersama-sama para sahabatnya, Muhammad Saw. duduk di antara mereka tanpa merasa perlu mengambil posisi khusus. Sering sekali para utusan dari luar negeri dan tamu-tamu lainnya yang datang ke Madinah, tidak dapat mengenali manakah Muhammad ketika ia sedang duduk-duduk di masjid di antara para sahabatnya.

Suatu ketika, Muhammad Saw. sedang menunggangi unta melalui celah sempit di pegunungan bersamasama dengan Uqbah bin Amir. Setelah beberapa lama, Nabi meminta Uqbah bergantian menunggangi untanya, tetapi Uqbah merasa tidak pantas untuk naik ke atas punggung unta itu dan membiarkan sang Utusan Tuhan berjalan kaki. Namun, Muhammad Saw. turun dari untanya dan memaksanya untuk naik.

Nabi Saw. suka memberi makanan kepada binatang dengan tangannya sendiri, bahkan beliau pernah meninggalkan majelis dan berjalan di tengah para sahabat untuk memiringkan tempat minum bagi seekor kucing yang kehausan. Beliau terus memegangi tempat minum dan membiarkan kucing itu menghilangkan dahaganya. Jika tengah malam beliau mendengar suara kucing atau lolongan anjing yang mencari tempat berlindung dari hawa dingin, atau meminta makanan untuk menutupi rasa laparnya, beliau bangkit dari tidur lalu membuka pintunya dan memberi hewan-hewan itu tempat berlindung, alas tidur, makan, dan minum. Jika salah satu hewan ini menderita sakit, beliau mengobati dan merawatnya sendiri. Beliau sampai begadang karenanya. Beliau pun mengusap kudanya dengan bajunya, dan merasa sedih karena kematian seekor burung yang selalu dimainkan oleh saudara pembantunya.

Jilid 3. Muhammad, Sang Pedagang

Muhammad Sebagai Pedagang

Muhammad Sebagai Pedagang

Abdulah ibn Abi Hamzah memberikan kesaksian bahwa ia pernah melakukan suatu transaksi dengan Muhammad. Tanpa sempat menyelesaikan perinciannya, tiba-tiba ia terpaksa berangkat untuk suatu pekerjaan yang penting sambil menjanjikan akan segera kembali serta menetapkan batas waktunya. Namun, ia lupa. Ketika ingat—setelah tiga hari—ia pun kembali ke tempat yang sama, dan menemukan Muhammad masih berada di sana sedang menantikannya. Muhammad tidak mengatakan sesuatu, selain mengingatkan, “Engkau telah membuatku resah, aku berada di sini selama tiga hari menunggumu” (HR Abu Dawud).
***
Muhammad tumbuh dewasa di bawah asuhan Abu Thalib dan terus belajar mengenai bisnis perdagangan dari pamannya. Ketika dewasa dan menyadari bahwa pamannya bukanlah orang berada serta memiliki keluarga besar yang harus diberi nafkah, ia pun mulai berdagang sendiri di Kota Makkah. Dalam mencari nafkah yang halal, ia mesti bekerja keras menggeluti profesi dagang, tidak hanya untuk biaya hidup, tetapi juga membangun reputasi agar orang-orang kaya lebih maju dan memercayakan dana mereka kepadanya. Meskipun tidak memiliki uang untuk berbisnis sendiri, Muhammad banyak menerima modal dari para janda kaya dan anak-anak yatim yang tidak sanggup menjalankan sendiri dana mereka. Mereka menyambut baik seseorang yang jujur untuk menjalankan bisnis dengan uang yang mereka miliki berdasarkan kerja sama.

Jilid 4. Muhammad, Sang Suami dan Ayah

Muhammad Sebagai Suami dan Ayah

Muhammad Sebagai Suami dan Ayah

Sahabat Nabi, Jabir bin Abdullah, menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah saw meminta lauk kepada keluarganya. Namun, mereka mengatakan, “Kita tidak punya apa-apa kecuali cuka.” Maka, Rasulullah saw pun tetap memintanya dan beliau makan dengannya, seraya berkata, “Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka.”
Tentu saja pada zaman Nabi masih banyak lauk yang jauh lebih baik daripada cuka: roti, daging, kurma, keju, sayur-mayur dan sebagainya. Lalu, mengapa Rasulullah mengatakan bahwa cuka adalah lauk terbaik? Sungguh, pernyataan Nabi ini adalah ungkapan syukur atas rezeki apa pun yang tersedia, serta demi menyenangkan perasaan istrinya. Bukankah beliau yang mengajarkan untuk tidak mencela makanan, serta memperlakukan istri dengan baik?
***
Suami-Istri Saling Membantu dalam Pekerjaan Rumah Tangga
Aisyah sangat patuh pada Nabi dan melayaninya dengan baik. Meskipun ada seorang pelayan di rumahnya, Aisyah biasa melakukan pekerjaannya sendiri. Dia biasa menggiling dan membuat pasta dari tepung, memasak makanan dan merapikan tempat tidur, membawakan air untuk wudhu Nabi, serta mencucikan pakaian beliau. Ketika Nabi memberikan unta untuk kurban, Aisyah sendiri yang membuatkan kalung bunga untuk kurban Nabi itu. Ketika Nabi pergi tidur, beliau meletakkan miswak (sikat gigi yang terbuat dari akar—peny.) dan air di dekat ranjangnya. Aisyah juga membersihkan miswak tersebut untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat.
Di lain pihak, sang suami pun tidak segan-segan turun tangan membantu. Menurut Aisyah, Nabi menyibukkan diri dalam pekerjaan rumah tangga, menjahit baju yang rusak, menyapu lantai, memerah susu kambing, berbelanja di pasar, membetulkan sepatu dan kantung air yang rusak, menambat dan memberi makan hewannya, serta memasak tepung bersama-sama dengan pelayan. Beliau juga memperbaiki dinding rumahnya dan tidak suka dibantu orang lain dalam urusan ini.

***
Menurut Anas ra, suatu kali seorang laki-laki berada di sisi Rasulullah Saw. Lalu, datanglah anak laki-lakinya, lalu sang ayah mencium dan mendudukkannya di atas pangkuannya. Setelah itu, datanglah puterinya, tetapi ia tidak dipangku sebagaimana saudaranya yang laki-laki, hanya didudukkan di depan Rasulullah Saw. Menyaksikan peristiwa itu, Nabi bersabda: “Mengapa engkau tidak menyamakan keduanya?”

***
Bila kebetulan Nabi berpapasan dengan sejumlah anak-anak di jalan, beliau akan membelai mereka dengan penuh kasih sayang. Kadang-kadang beliau pun turut bermain bersama mereka.
Bila kembali dari sebuah perjalanan atau jihad, beliau biasa membonceng dua atau lebih anak-anak untuk bersama-sama mengendarai untanya. Beliau biasa menyapa anak-anak saat bertemu mereka dan tidak pernah lupa bertukar sapa dengan kata-kata yang santun dan penuh kasih. Beliau juga biasa memberikan makanan kepada anak-anak bila ada yang mengirimkannya ke rumahnya.
Nabi juga biasa memperpendek shalat berjamaah bila ada anak makmumnya yang menangis. Sudah merupakan kebiasaan Nabi bila beliau mendapat hadiah bunga ataupun buah, beliau memberikannya terlebih dahulu kepada anak yang termuda.

Jilid 5. Muhammad, Sang Pendidik

Muhammad Sebagai Pendidik

Muhammad Sebagai Pendidik

Suatu ketika, Umm Fadhl menimang-nimang bayi. Lalu, Nabi mengambil bayi itu dan menggendongnya. Tiba-tiba, sang bayi buang air kecil dan membasahi pakaian Rasul. Umm Fadhl segera merenggut dengan keras bayi itu dari gendongan beliau. Maka, Rasul pun menegurnya, “Air dapat membersihkan pakaianku. Tetapi apa yang dapat menjernihkan perasaan sang bayi yang dikeruhkan oleh sikapmu yang kasar itu?” Rupanya, Nabi Saw. sadar bahwa perlakuan demikian dapat berbekas dalam jiwa sang bayi dan dapat menimbulkan rasa rendah diri yang terus terbawa hingga dewasa. Bukankah sebagian besar kompleks kejiwaan dapat dikembalikan penyebabnya pada pengalaman negatif masa kecil?

Segala perlakuan orang dewasa yang merugikan anak, baik fisik maupun mental, bisa disebut penganiayaan anak (child abuse). Bentuknya bisa berupa penganiayaan fisik, mental, atau seksual.

Penganiayaan fisik adalah perlakuan keras orang dewasa yang diarahkan pada tubuh anak sehingga anak mengalami luka/cacat fisik. Penganiayaan mental merupakan perlakuan salah dari orang dewasa terhadap anak yang membuatnya berada dalam kondisi jiwa yang sangat tertekan. Penganiayaan seksual merupakan perilaku orang dewasa untuk mendapatkan kepuasaan seksual dengan anak yang masih di bawah umur.

Anak-anak yang mengalami penganiayaan akan mengalami hambatan perkembangan kepribadian, antara lain:
a. Keterbelakangan mental (terutama penganiayaan fisik dengan sasaran daerah
kepala);
b. Kemunduran dan ketidakseimbangan dalam emosi serta perilaku sehari-hari,
seperti penakut, sangat pemalu, pemurung, selalu gelisah, atau selalu ragu
-ragu dalam setiap tindakan;
c. Meniru agresivitas orangtua dan menerapkannya dalam pergaulan dengan
teman, atau kelak dengan anak-anaknya sendiri;
d. Dalam kasus berat, anak menjadi orang yang sangat mudah putus asa dan
cenderung melakukan bunuh diri.

Tips-tips bagi orangtua untuk melindungi anak dari penganiayaan, atau bagi orangtua yang menjadi pelaku penganiayaan, antara lain:
1. Belajar mengembangkan kepribadian yang matang sebagai landasan dalam
mendidik anak;
2. Belajar menyelesaikan masalah pribadi dengan cara yang positif;
3. Belajar menguasai rasa marah terhadap anak. Batasi kemarahan terhadap
perilaku anak dan bukan kepada anaknya. Latih diri agar rasa marah tidak
berlarut-larut.
4. Bina komunikasi dua arah dengan anak.
5. Tidak terlambat dalam memberi pendidikan seks kepada anak, agar anak bisa
melindungi diri secara spontan dalam kaitan dengan penganiayaan seksual.
6. Khusus untuk orangtua yang sering melakukan penganiayaan, perlu sesegara
mungkin mendapat bantuan ahli.

Jilid 6. Muhammad, Sang Pecinta Ilmu

Muhammad Sebagai Pecinta Ilmu

Muhammad Sebagai Pecinta Ilmu

Nabi Saw. menekankan betapa pentingnya menyebarkan ilmu kepada orang lain.
“Hadiah dan pemberian terbaik adalah berupa kata-kata bijak yang kaudengarkan, kaukenang, lalu kaubawa dan ajarkan kepada saudaramu semuslim.” Kedua, “Terkutuklah dunia dan seisinya, kecuali orang yang mengingat Allah Yang Mahaagung,
orang yang bersahabat dengan-Nya, dan orang yang belajar dan mengajarkan ilmunya.”

“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang dengannya Allah mengutusku adalah serupa dengan turunnya hujan di suatu daerah tertentu. Satu tempat dipenuhi air sehingga banyak tanaman dan rerumputan tumbuh di sana. Parit dan saluran air di tempat lain menyimpan air tersebut yang melaluinya Allah menganugerahkan nikmat bagi manusia. Manusia meminum airnya, mengairi tanahnya, dan menanami ladangnya. Kemudian, ada tempat yang sama sekali tidak menampung air dan tidak pula menumbuhkan rumput atau tanaman. Perumpamaan pertama merujuk kepada seseorang yang mendapat berbagai manfaat dari ilmunya. Perumpamaan kedua merujuk kepada orang yang memberikan manfaat (berkat ilmunya) kepada orang lain. Sedangkan perumpamaan ketiga merujuk kepada orang yang tidak mendapat kedua manfaat tersebut.” Nabi Saw. berkata, “Orang yang memberikan bimbingan menuju suatu kebaikan adalah seperti orang yang melakukan kebaikan tersebut.”

Jilid 7. Muhammad, Sang Negarawan

Muhammad Sebagai Negarawan

Muhammad Sebagai Negarawan

Piagam Madinah: Kesamaan Hukum Antar Warganegara
Di Madinah pada masa Nabi, terdapat banyak suku Yahudi yang kuat dan berkuasa. Mereka menjalin hubungan bisnis yang erat dan tetap dengan kaum Quraisy. Perjanjian dengan kaum Yahudi sangat dibutuhkan untuk melindungi kepentingan komunitas Muslim dari berbagai kemungkinan permusuhan, pemberontakan, atau persekongkolan mereka untuk menjatuhkan kaum Muslim.
Muhammad menemui suku-suku Yahudi dan secara terpisah membuat perjanjian dengan mereka agar bertanggung jawab bersama dalam mempertahankan Madinah dari serbuan asing. Dalam perjanjian ini juga dinyatakan bahwa kebebasan beragama dan berpikir bangsa Yahudi dijamin eksistensinya; kehidupan dan kekayaan mereka dilindungi oleh Negara Islam; berbagai bentuk tindakan kriminal dinyatakan sebagai ilegal. Dengan dicapainya kesepakatan ini, telah lahir sebuah masyarakat baru di Madinah. Suku-suku yang semula saling berlawanan di Madinah meleburkan diri menjadi satu komunitas: semuanya warga yang sederajat di dalam Negara Madinah.
Dokumen ini merupakan piagam perjanjian paling terkemuka dalam sejarah umat manusia. Dokumen ini sekaligus merupakan konstitusi negara tertulis dan piagam pertama yang menjamin kemerdekaan umat manusia. Bagi bangsa Yahudi, kenyataan ini merupakan zaman baru dalam sejarah mereka. Mereka menerima piagam kemerdekaan yang di dalamnya kebebasan beragama, beribadah, keamanan kehidupan, dan kekayaan mereka dijamin. Perjanjian ini juga menjadikan mereka warga negara yang sederajat dengan warga negara lainnya.

Jilid 8. Muhammad, Sang Pemimpin Militer

Muhammad Sebagai Pemimpin Militer

Muhammad Sebagai Pemimpin Militer

• Sebelum pertempuran Badr, Muhammad mengirim Thalhah ibn‘Ubaidillah dan Sa‘îd ibn Zayd untuk mengumpulkan informasi tentang karavan Abû Sufyan. Berdasarkan informasi pendahuluan dari Thalhah dan Sa‘îd, lalu Nabi mengutus Ali ibn Abî Thâlib, Zubair ibn ‘Awwâm, dan Sa‘d ibn Abî Waqqâsh dengan beberapa personil tentara ke Badr untuk menghitung kekuatan militer kaum Quraisy secara akurat. Setelah mereka mendeskripsikan posisi kaum Quraisy, lalu Muhammad Saw. bertanya: “Berapa banyak hewan yang mereka sembelih untuk setiap harinya?” Mereka menjawab, “Sembilan ekor pada suatu hari dan sepuluh ekor pada hari lainnya.” Nabi kemudian menyatakan bahwa mereka berjumlah antara 900-1000 personel. Ia pun menanyakan siapa saja pemimpin Makkah yang ada di antara mereka. Mereka menyebutkan nama-nama para pimpinan itu dan Nabi berkata, “Makkah telah mengeluarkan seluruh isi perutnya!”6 Ungkapan ini merupakan peringatan bagi kaum Muslim bahwa musuh datang dengan kekuatan penuh. Karenanya, kaum Muslim harus memobilisasi seluruh kekuatan dan berjuang sampai titik darah penghabisan.
• Nabi Muhammad Saw. tidak pernah memulai peperangan, sesuai Al-Quran Surah Al-Baqarah [2]: 190“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.

• Dalam mengorganisasi perolehan informasi tentang pergerakan dan rencana musuh, Nabi Saw. mengirim patroli pengintai dan patroli tempur khusus ke sekeliling area pertempuran dan wilayah-wilayah strategis lainnya. Pasukan intelijen pun dibentuk untuk mendapatkan rencana rahasia musuh. Ia juga membentuk pasukan khusus yang menjalankan tugas-tugas rahasia yang juga terlatih untuk melakukan serangan tiba-tiba. Dengan strategi ini, Nabi Saw. mampu menghemat biaya operasi militer sekaligus meminimalisasi jumlah korban yang jatuh di kedua belah pihak.

• Jika musuh mencoba melarikan diri, pasukan Muslim diperintahkan Nabi untuk tidak melakukan pengejaran karena tujuan perang bukan untuk membunuh, namun menghancurkan dan menghambat perlawanan mereka terhadap kaum Mukmin.

• Muhammad Saw. turut memimpin 11 ekspedisi besar dan 17 ekspedisi kecil.
• Dalam upaya menjaga rahasia pergerakannya, pasukan Muhammad sering membuat rute yang rumit dan bahkan berlawanan untuk membingungkan pengintaian musuh.

• Nabi meringkas hikmah, falsafah, dan pentingnya jihad dalam sabda berikut: “Janganlah menginginkan peperangan. Alih alih, mohonkanlah kedamaian dan rasa aman kepada Allah. Ketahuilah (ketika kedamaian terancam), surga berada di bawah bayang-bayang pedang”4.

• Muhammad mengangkat senjata demi melindungi imannya, bukan untuk memaksa orang-orang mengikuti keyakinannya. Sejauh falsafah jihâd diperhatikan, putusan perang mampu memberikan inspirasi kepada kaum Mukmin dalam melindungi dan menyebarkan keyakinan mereka. Memperhatikan keluhuran nilai, etika, dan tujuan kehidupan yang dipraktikkan kaum Muslim, tidak sedikit umat manusia kala itu secara gradual memeluk Islam dengan kekuatan argumen, pemahaman, dan kasih sayang, bukan dengan paksaan.

Jilid 9. Muhammad, Sang Hakim

Muhammad Sebagai Hakim

Muhammad Sebagai Hakim

Keadilan untuk Semua Manusia, Tanpa Memandang Agama
Dalam Bani Dhafar, sebuah klan Ansari, ada seorang laki-laki yang dikenal sebagai
Ta’amah atau Bashir bin Ubairiq. Dia telah mencuri zirah milik kaum Ansari yang lain dan menyembunyikannya di rumah seorang Yahudi. Ketika pemeriksaan terhadap pencurian ini dimulai, pemilik zirah itu menyerahkan perkaranya kepada Rasul yang Mulia dan menyatakan kepadanya bahwa dalam pencurian ini, dia mencurigai Ta’amah.
Akan tetapi, si tertuduh dan sanak keluarganya beserta banyak orang lain dari klan Bani Dhafar berkonspirasi dan melemparkan kesalahan ke pintu si Yahudi, yang menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah dalam hal ini. Orang-orang Ta’amah terus menerus membuat pembelaan yang hebat terhadap kasus ini. Mereka berkata: ”Pernyataan yang dikeluarkan oleh Yahudi yang merupakan seorang musuh kebenaran dan tidak memercayai Allah dan Rasul-Nya tidak dapat dipercayai; sedangkan kami adalah Muslim, dan karena itu, kami-lah yang benar dan dapat dipercayai.”
Rasul yang Mulia, secara alami terpengaruh oleh kebenaran yang terlihat dalam argumen tersebut dan bermaksud hendak membebaskan Ta’amah dan memberikan sebuah peringatan kepada si penuduh yang telah mengadukan sebuah tuduhan palsu terhadap seorang Muslim. Rasul pun hendak memutuskan kasus tersebut sebagai kesalahan Yahudi, tetapi turunlah wahyu Al-Quran yang menyingkapkan kebenaran perkara itu:
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat, dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS [4]:105-106).

***
Mendengar Akhirat Disebut, ia langsung mencabut tuntutannya

Ummu Salamah menceritakan tentang dua orang Anshar yang mengadu kepada Rasulullah tentang perselisihan mereka menyangkut warisan. Konflik mereka telah berlangsung lama, dan masing-masing pihak tidak mampu mendatangkan saksi.
Rasulullah berkata, “Kalian mengadukan perselisihan dan tidak satu pun dari kalian memiliki bukti yang cukup. Oleh karena itu aku akan memutuskannya menurut jalan pikiranku sendiri. Bisa saja, berdasar sebagian bukti, aku selesaikan dengan keputusan yang memenangkan salah seorang, tapi mungkin akan merampas hak orang lain. Pihak yang menang pun seharusnya tidak mau menerima keputusan ini, karena dengan menerimanya, ia seperti menerima bara api yang dimasukkan ke lehernya pada Hari Kebangkitan kelak.”
Mendengar ucapan Nabi ini, keduanya langsung tersungkur dan menangis terisak-isak, “Wahai Rasulullah….”, mereka meratap, “silakan dia mengambil seluruh bagian yang menjadi hakku.”
Atas perubahan sikap tersebut, Rasulullah kemudian menyuruh keduanya pergi dan mencari sendiri cara penyelesaian dengan benar dan adil, membagi warisan menjadi dua bagian dan mengambil bagian yang menjadi hak mereka. Dengan demikian, masing-masing akan rela dengan bagian yang diterima.
(HR. Abu Dawud)

Rasullulah menetapkan sebuah contoh yang tidak ada bandingan perihal keadilannya ketika sebuah kasus pencurian dibawa kepadanya di Madinah. Diceritakan oleh Aisyah: ”Orang-orang Quraish menjadi sangat khawatir terhadap perempuan Makhzumiyah yang telah melakukan pencurian. Mereka berkata, ’Tidak seorang pun yang dapat berbicara (untuk kepentingan perempuan itu) kepada Rasulullah dan tidak ada seorang pun yang berani melakukan hal itu selain Usamah, yang merupakan kesayangan Rasulullah’. Ketika Usamah berbicara kepada Rasulullah tentang kejadian ini, dia berkata, ’Apakah engkau menjadi perantara (denganku) untuk melanggar salah satu hukuman Allah yang adil?’ Lalu, dia bangkit dan berkata kepada orang-orang, ’Wahai kalian! Negeri-negeri sebelum kalian telah tersesat karena apabila seorang yang mulia melakukan pencurian mereka selalu memaafkannya, tetapi jika seorang yang lemah di antara mereka melakukan pencurian, mereka selalu menjatuhkan hukuman kepadanya. Demi Allah, jika Fatimah, anak perempuan Muhammad, melakukan pencurian, Muhammad akan memotong tangannya.’” (Bukhari).
• ”Terdapat tiga jenis hakim, satu di antaranya akan masuk surga dan dua masuk neraka. Hakim yang akan masuk surga adalah seorang laki-laki yang mengetahui apa yang benar dan memberikan keputusan menurut hal itu; tetapi seorang laki-laki yang mengetahui apa yang benar dan bertindak zalim dalam pengambilan keputusan akan masuk neraka, dan seorang laki-laki yang memberikan keputusan kepada orang-orang pada saat dia tidak mengetahui akan masuk neraka.” Abu Dawud dan Ibnu Majah).
• ”Seorang Badwi datang kepada Rasululllah dan berkata, ’Istriku telah melahirkan seorang anak yang hitam’ (Si Badwi ini curiga bahwa anak hitam itu bukan anaknya—peny.). Rasul berkata kepadanya,’ Apakah engkau memiliki unta?’ Dia menjawab, ’Ya’. Rasul berkata, ’Apa warna mereka?’ Dia menjawab, ’Merah’. Kemudian, Rasul bertanya, ’Apakah ada di antara mereka yang berwarna abu-abu?’ Dia menjawab, ’ Ya’. Rasul bertanya kepadanya, ’Dari mana warna abu-abu itu datang?’ Dia menjawab, ’Menurutku itu diturunkan oleh nenek moyang unta-unta itu’. Lalu, Rasul berkata kepadanya, ’Oleh karena itu, anakmu kemungkinan besar mewarisi warna dari nenek moyangnya.’” (HR. Bukhari).
• Rasul meminta pendakwa untuk menghadirkan dua saksi, dan jika dia tidak mampu untuk menghadirkan bukti apa pun untuk mendukungnya, dia akan meminta terdakwa untuk mengangkat sumpah untuk mengonfirmasi tuntutannya. (HR. Bukhari).

Jilid 10. Muhammad, Sang Pejuang Kemanusiaan

Muhammad Sebagai Pejuang Kemanusiaan

Muhammad Sebagai Pejuang Kemanusiaan

Salman al-Farisi adalah seorang sahabat Nabi yang berasal dari Persia. Nasib malang mengantarkannya menjadi budak. Sang majikan, seorang Yahudi Bani Quraizhah menyuruh Salman bekerja terlalu berat di tanah miliknya di pinggiran Madinah. Karena itu, ia tidak dapat berhubungan dengan umat Muslim yang lain. Salman akhirnya bertanya kepada majikannya, berapa harga yang harus dibayar sebagai tebusan kebebasannya. Namun, sang majikan meminta harga yang jauh di atas kemampuannya: 40 ons emas dan menanam 300 batang pohon kurma.
Mendengar ini, Nabi menyuruh Salman menulis kontrak persetujuan dengan majikannya, untuk membayarkan harga yang diminta. Kemudian, Nabi mengajak para sahabatnya membantu Salman dengan memberikan tunas pohon kurma. Di antara para sahabat itu ada yang menyumbang 30 pohon, ada yang 20 pohon, dan sebagainya, sehingga terkumpullah sejumlah yang diminta.
“Galilah lubang untuk menanamnya, Salman”, kata Nabi. “Kalau selesai, beritahu aku, karena aku sendiri yang akan menanamnya.”
Para sahabat turut membantu Salman menyiapkan lahan, sedangkan Nabi menanam setiap tunas pohon kurma itu hingga 300 batang, yang semuanya segera berakar dan tumbuh.
Adapun sisa harganya, seorang penambang menyerahkan sebongkah emas seukuran telur ayam kepada Nabi. Emas itu kemudian diberikan kepada Salman. Beliaupun menyuruhnya melunasi sisa harga tebusannya dengan emas itu. “Ambillah dan bayarlah harga tebusanmu dengan ini.” Maka, akhirnya Salman menjadi orang merdeka.

Silakan Pesan di sini!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar